About Me
![My photo](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-A2oobOua30t5diYNbiUwGZKZSpruMdJwfE-N10QVuLUM5uk80tNH2b7mHX_SB4vf36tDCIv_tiub7U1l26rJE9kz0VqBTWLfo-icLeeH7oAi2GNyTzkc8GONhyU0Mts/s113/Omah+Diskusi.jpg)
- Adigendheng
- Nama pemberian orangtua Wirato. Baptis dengan nama Antonius. ditambahi nama Adi oleh seseorang. Jadilah Antonius Wierato Adi
Saturday, November 30, 2019
Sunday, November 17, 2019
Omah Diskusi : Pel dan Manusia
Omah Diskusi : Pel dan Manusia: Tentu anda pernah menge-pel lantai dengan air. Atau pernah melihat orang lain menge-pel lantai dengan air. Tidak jarang kita melihat...
Omah Diskusi : Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan
Omah Diskusi : Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan: Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi saya. Jam kosong hari ini saya gunakan untuk membersihkan kerak Toilet. Hitam legam dan kasa...
Thursday, November 7, 2019
Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan
Hari
ini merupakan hari yang istimewa bagi saya. Jam kosong hari ini saya gunakan
untuk membersihkan kerak Toilet. Hitam legam dan kasar bila diraba. Begitu juga
keempat sisi dinding kamar mandi mulai berwarna kecoklatan dan bintik-bintik
hitam. Aku minta kepada salah satu teman untuk mengambilkan dua botol pembersih
kerak lantai. Pada awalnya saya mengerjakan pekerjaan ini dengan penuh semangat
karena yakin bisa membersihkan dengan baik. Botol pertama saya buka dan
langsung saya siramkan ke bagian kerak yang aduhai. Hati mulai senang karena
kerak bereaksi dengan mengeluarkan busa putih sebagai tanda kalau dia
mengelupas dan jengkel dengan perbuatan saya.
Mulai
saya men-nyincing-kan celana
(menggulung celana panjang) mendodok (jongkok) dan mulai menyikat kerak lantai
dengan serabut baja. Eh ternyata ... bagian kerak lantai ini buandel nya
setengah mati. Dengan merek yang kata iklan ampuh ternyata tidak seampuh yang
di iklan. Satu botol penuh saya guyurkan dengan maksud kerak segera mau di
atur, ternyata hasilnya sama. Lalu dengan merek yang lain yang kata iklan juga
lebih aduhai. Hasilnya? Sama saja. Lalu saya mulai meninggalkan kerak di lantai
dan di kloset. Beralih ke kotoran yang menempel di dinding. Ternyata bisa.
Dengan lebih keras gosokan, kotoran langsung mengelupas.
Tentu saja saat kita menjumpai kotoran yang membandel hanya perasaan jengkel tidak karuan. Kita merasa tidak ada banyak hal yang bisa kita buat selain umpatan-umpatan dalam hati maupun pikiran. saking membandelnya kerak dan kita capek menggosokan sikat dengan tangan.
Barang
kali begitu juga dengan hidup kita. Ada bagian-bagian hidup kita yang sering
kita biarkan menjadi kerak yang susah di bersihkan. Kita terlena dengan hal-hal
mengasyikan. Lupa bahwa kelakuan kita telah
mengerak sebagai suatu keburukan. Jika demikian maka amat susahlah kita
membersihkan kerak kehidupan kita. Apakah tidak bisa? Pasti bisa. Hanya saja
kita perlu extra kerja keras untuk membersihkannya. Tidak cukup hanya mengelap.
Tidak cukup hanya dengan menyiramkan cairan pembersih kerak. Apakah cairan yang
membersihkan kerak kehidupan kita yang terlanjur ngethal (kerak yang susah dihilangkan). Ya siraman rohani. Dan itu
tidak cukup. Harus di gosok, di sikat dengan sikat kawat, amplas. Hal ini tentu
tidak bisa sekali gosok lalu hilang maka harus bertahap.
Monday, November 4, 2019
Pel dan Manusia
Tentu
anda pernah menge-pel lantai dengan air. Atau pernah melihat orang lain menge-pel lantai dengan air. Tidak
jarang kita melihat mereka menge-pel dengan semangat. Pada awalnya – saat air
lantai belum kering- kita akan melihat hasilnya baik. Tampak bersih dan
mengkilap. Tapi lihat beberapa saat kemudian setelah lantai tampak kering, ia
mulai menampakkan hal yang aneh. Lantai itu tak lagi mengkilap namun busam agak
putih. Dan lagi, ketika banyak orang mulai melintas akan kelihatan bekas
gesekan dengan sepatu yang bawahnya karet akan kelihatan lebih bersih. Namun
hal ini justru akan membuat belang karena yang tidak kena sepatu akan semakin
kelihatan bahwa itu debu yang kena air.
Yang
sesungguhnya terjadi adalah bahwa dilantai itu banyak debu yang amat lembut
menempel. Lalu si tukang pel mengepel lantai dengan kain yang dibasahi air.
Tentu kain pelnya bersih. Atau anggap saja bersih. Namun saat kain pel di
sentuhkan lantai yang berdebu adalah sebagian debu yang amat lembut itu
menempel pada kain pel dan sebagian besar adalah rata karena gesekan kain pel.
Karena rata seolah-olah lantai itu bersih dari debu. Padahal yang terjadi
adalah debu halus rata pada permukaan lantai. Artinya sebenarnya sama saja pel
itu akan meratakan debu dan tidak membersihkan debu lantai.
Sadar
atau tidak sadar begitu lah kadang dalam kehidupan kita. Ada banyak persolan
yang menurut kita sudah selesai, namun
ternyata masalah tidak selesai. Tetapi kita tidak pernah menyadari bahwa
persoalan sebenarnya masih teronggok. Hanya karena lekang oleh waktu masalah
seolah selesai. Dan karena itu kita tidak lagi kembali pada persoalan itu. Atau
mungkin malas untuk mengungkit masalah itu. Anggap saja sudah selesai. Entah
karena membuat tidak nyaman. Entah karena terlalu banyak menguras energi atau
waktu. Entah karena masalah itu tidak terlalu menarik untuk dibahas kembali.
Entah efeknya tidak terlalu signifikan bagi kehidupan pribadi masing-masing.
Dengan
membiarkan masalah teronggok dan berlaku seolah tidak ada masalah maka
sebenarnya kita justru menumpuk masalah. Akumulasi masalah demi masalah besar
kemungkinan suatu saat justru akan menjadi bencana yang dahsyat dalam hidup
kita. Sama halnya menutup lobang dengan menggali lobang yang lain. Hanya seolah
masalah selesai dalam sesaat namun sejatinya tidaklah demikian. Akhirnya hanya
menunggu bom waktu. Siapkah dengan itu? Atau kita memberanikan diri untuk
melihatnya kembali, membersihkan sedikit demi sedikit, mengalami sakit lalu
menyembuhkan dan akhirnya happy ending? BUTUH NYALI!
Salam Gendheng
Saturday, November 2, 2019
Mitra sebagai Sesama dan Mitra Kerja
Mitra sebagai Sesama dan Mitra Kerja
Dalam
tataran tertentu kehidupan ini merupakan suatu kompetisi. Tapi toh tidak semua adalah kompetisi. Tentu
saja kalau saya menulis “KOMPETISI” harus dibaca sebagai berlomba menjadi yang
terbaik dan tidak saling mengalahkan. Bersama-sama menjadi yang terbaik.
Ada
saatnya kehidupan ini adalah suatu gotong royong. Kerjabakti. Komunio. Berbela
rasa. Saling menerima satu sama lain. Bukankah begitu? Ketiadaan batas yang
jelas kapan kita melakukan antara kompetisi dan gotong royong membuat kehidupan
kita serba salah. Dan karena serba salah maka kadang kehidupan ini
membingungkan. Ah Mosok?
Tentu
dalam kehidupan sosial kita mestinya memiliki belarasa, tetapi dalam kompetisi
kadang belarasa porsinya lebih sedikit. Bayangkan jika anda bisa lari cepat
sementara teman-teman anda lambat. Dan anda harus menunggunya? Apa yang akan
terjadi?
Bayangkan
jika waktu yang dibutuhkan untuk menyelamatkan diri hanya 2 menit sedangkan
anda bisa mencapainya dalam 1,5 menit. Tetapi karena harus menunggu yang
membutuhkan waktu penyelamatan 3 menit maka anda juga harus menjadi korban. Dan
dengan demikian tidak lagi bisa berbuat banyak. Tinggalah penyesalan andai
masih bisa menyesal.
So what
? Bagaimana kehidupan ini harus dijalankan. Maka harus ada distingsi jelas
kapan kita berlaku berkompetisi. Kapan saatnya kita berlaku bergotong royong? Atau
bisakah keduanya berjalan bersama?
Dalam
sebuah perusahaan jika para pekerja susah di ajak “berlari” sedangkan kita mau “berlari”
dan bisa, maka perusahaan hanya akan berjalan ditempat. Apalagi jumlah pekerja
yang tidak bisa “lari” dalam perusahaan itu melebihi jumlah yang bisa lari.
Jika demikian apakah kita masih harus mempertahankan berbela rasa dengan orang
yang tidak bisa diajak “berlari”? Apakah pilihannya kita tinggal? Persoalan
muncul manakala kita tinggal. Teman-teman anda akan menghakimi anda sebagai
orang yang tidak memiliki perasaan. Sebaliknya jika kita mentolerir hal-hal
yang menghambat kemajuan demi menunggu yang sulit diajak lari akibatnya korps
kita yang ketinggalan kereta. Namun anda akan dicap sebagai orang yang punya
hati dan perasaan halus.
Tentu
menjadi sebuah keputusan yang agak sulit di ambil. Membutuhkan nyali besar
untuk meninggalkan yang tidak bisa lari cepat. Apalagi di era digital. Di
sinilah persoalannya. Antara mengasihi dengan profesionalitas. Menuruti salah
satu akan mengorbankan yang lain. Mengikuti tuntutan profesionalitas akan
mengabaikan penerimaan akan yang lain. Dalam arti, demi profesionalitas kita
tidak bisa mempertahankan mengasihi orang-orang dalam mitra kerja namun tidak
bisa profesional. Atau sebaliknya demi
mengasihi sesama lantas kita tetap mempertahankan orang-orang sekitar yang
tidak profesional sebagai mitra kerja. SUSAH KAN?
So
what? Tentu kita harus mengasihi tetapi
juga harus profesional dalam kerja. Maka Rasanya perlu membedakan antara
profesionalitas kerja dengan mengasihi sesama. Tentu akan sangat mudah bagi
kita membuat keputusan jika berhadapan dengan orang-orang sekitar dalam mitra
kerja yang profesional dalam etos kerja.
Anda
boleh tidak setuju dengan pemikiran saya. Bahwa mengasihi semua orang adalah
hal utama dan keutamaan. Menerima siapa saja dalam kehidupan ini adalah ajaran
iman yang harus diwujudkan. Namun bisa saja kita menerima sesama kita dalam hal
sebagai mitra kerja tanpa harus menunggu mereka bisa di ajak “lari” seperti
kita. Jika memang membuat sebuah company stagnan maka putusan yang paling tepat
mungkin tinggal saja. Karena hanya akan menjadi beban. Tanpa harus
menyingkirkan dalam hubungan sosial. Namun apakah hal ini mudah? Tentu tidak.
So, pilihan tersedia, keputusan ada di kita masing-masing.
Orbit Hidup. Jalani saja dengan Keutamaan!
Orbit
kehidupan
Kehidupan kita
tidak pernah ada yang sama. Kadang orang berpikir bahwa orang lain lebih
beruntung dari pada kita. Padahal belum tentu kita bisa menjalani kehidupannya.
Kita memandang sekilas orang lain lebih berhasil tanpa mau melihat ada apa
dibalik keberhasilannya.
Sesungguhnya
kita telah memiliki track sendiri
–sendiri. Ini bukanlah soal takdir.
Allah sungguh Mahabaik, dan saking MahabaikNya Dia tidak pernah akan
mengintervensi kehidupan kita. Jangan mudah mengatakan ini adalah takdir, ini
sudah digariskan Tuhan dan sebagainya. Amat sangat berbahaya jika kita
mengatakan ini takdir dan Tuhan telah menggariskan demikian. TIDAK. Ini bukan
dari Tuhan. Tuhan tidak “mengatur”.
BENAR bahwa
Tuhan telah membuat hukumNya. Dan HukumNya berkekuatan tetap. Tetapi tidak
berarti Tuhan menentukan kita akan seperti apa dan menjadi apa. Tuhan
menghendaki kita baik? Iya!
Masing-masing
dari kita memiliki kehidupan yang berbeda. Kehidupan kita tidak pernah sama.
Hal ini sangat mudah untuk dipahami untuk menjawab pertanyaan mengapa dia
begitu dan aku begini? Mengapa dia berhasil dan aku masih seperti ini? Mengapa
dia kaya dan aku masih seperti ini? Tentu pertanyaan ini sama dengan pertanyaan
kita terhadap alam semesta. Mengapa bumi biru sementara mars merah? Mengapa
Bumi dekat dengan bumi dan Neptunus berada jauh dari matahari? Mengapa atmosfer
bumi memungkinkan kehidupan dan atmosfer bulan tidak? Mengapa ada miliaran
planet, bulan dan bintang tetapi tidak saling bertabrakan?
Tentu
jabawannya adalah karena semua berjalan pada orbitnya? Tentu Tuhan tidak akan
mengatur satu persatu, menata satu persatu, dan menjaga satu persatu. Semua telah
menjalani ketetapan yang sejak awal Tuhan buat. Masing-masing memiliki track nya sendiri. Masing-masing
memiliki orbit sendiri. Dan masing-masing memiliki orbit sendiri. Orbit bulan
tidak sama dengan bumi. Begitu sebaliknya.
Tuhan telah
menciptakan segala sesuatu dengan kebebasanNya. Maka semua ciptaan adalah suatu
yang bebas juga. Memang, Tuhan tetap menjaga kehidupan ini demi diriNya. Tetapi
tidak berarti Tuhan mengintervensinya. Jika terjadi gunung meletus tidak
berarti Tuhan yang meletuskan. Jika terjadi banjir bandang tidak berarti Tuhan
yang membuat banjir bandang, Tidak juga Dia akan menhentikannya. Semua terjadi
menurut hukum-hukum alam yang telah menjadi ketetapanNya.
Jika semua
benda digalaksi ini memiliki orbit dan kehidupan sendiri, begitu juga hidup
kita di dunia ini. So TIDAK USAH kawatir akan kehidupan ini,
tidak usah gusar akan kehidupan kita yang tidak sama dengan kehidupan
teman-teman kita. Mulai berhenti menanyakan mengapa ia bisa membeli mobil terus
sedang saya masih seperti ini? Mengapa dia bisa sekolah terus sedangkan aku
begini? Mengapa karier dia lancar jaya sedangkan aku tersendat. Tentu kita
sedang menjalani lintasan kita yang sedemikian rupa telah mengikuti ketetapan.
Dan kita memiliki hak penuh untuk membuat pilihan-pilihan dalam kehidupan ini.
Kita memiliki hak penuh untuk mengubah berkat putusan-putusan kita. Sedangkan
kita tidak bisa membandingkan dengan yang lain karena kehidupan kita memang
berbeda.
Yang penting
adalah bagaimana kita berlaku dalam track kita yang lurus, sesuai hukum moral
dan sosial. Tidak banyak menuntut tetapi juga tidak bisa kita tinggal diam.
Karena sesungguhnya kita tidak sedang menjalani takdir. NO takdir. Tuhan
menghendaki hidupku dan hidupmu baik di hadapanNya. Mari kita saling mengasihi.
Mari kita peduli terhadap mereka yang lebih membutuhkan kita. Tidak usah banyak
mengeluh. Jangan tinggal diam. Tidak usah iri apalagi membenci.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Hak dan Kewajiban Anggota Gereja (Katolik)
Silakan Download di sini https://drive.google.com/file/d/1iDwWxPuKAGyCds_1-xzVIROr6HghX1c2/view?usp=sharing
-
Peran Gereja bagi Perkembanganku Silakan Download di sini https://drive.google.com/file/d/1Pam9PdNtYm5rTKafOJYzb7f_kpTXeZo9/preview?
-
Silakan Download di sini https://drive.google.com/file/d/1iDwWxPuKAGyCds_1-xzVIROr6HghX1c2/view?usp=sharing
-
silakan download di sini https://drive.google.com/file/d/1AvfuIMK3d-AkZ1uxoi7YHgL7T1lf9s_X/view?usp=sharing