About Me

My photo
Nama pemberian orangtua Wirato. Baptis dengan nama Antonius. ditambahi nama Adi oleh seseorang. Jadilah Antonius Wierato Adi

Sunday, November 17, 2019

Omah Diskusi : Pel dan Manusia

Omah Diskusi : Pel dan Manusia: Tentu anda pernah menge-pel lantai dengan air. Atau pernah melihat   orang lain menge-pel lantai dengan air. Tidak jarang kita melihat...

Omah Diskusi : Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan

Omah Diskusi : Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan: Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi saya. Jam kosong hari ini saya gunakan untuk membersihkan kerak Toilet. Hitam legam dan kasa...

Thursday, November 7, 2019

Kerak Toilet VS Kerak Kehidupan


Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi saya. Jam kosong hari ini saya gunakan untuk membersihkan kerak Toilet. Hitam legam dan kasar bila diraba. Begitu juga keempat sisi dinding kamar mandi mulai berwarna kecoklatan dan bintik-bintik hitam. Aku minta kepada salah satu teman untuk mengambilkan dua botol pembersih kerak lantai. Pada awalnya saya mengerjakan pekerjaan ini dengan penuh semangat karena yakin bisa membersihkan dengan baik. Botol pertama saya buka dan langsung saya siramkan ke bagian kerak yang aduhai. Hati mulai senang karena kerak bereaksi dengan mengeluarkan busa putih sebagai tanda kalau dia mengelupas dan jengkel dengan perbuatan saya.
Mulai saya men-nyincing-kan celana (menggulung celana panjang) mendodok (jongkok) dan mulai menyikat kerak lantai dengan serabut baja. Eh ternyata ... bagian kerak lantai ini buandel nya setengah mati. Dengan merek yang kata iklan ampuh ternyata tidak seampuh yang di iklan. Satu botol penuh saya guyurkan dengan maksud kerak segera mau di atur, ternyata hasilnya sama. Lalu dengan merek yang lain yang kata iklan juga lebih aduhai. Hasilnya? Sama saja. Lalu saya mulai meninggalkan kerak di lantai dan di kloset. Beralih ke kotoran yang menempel di dinding. Ternyata bisa. Dengan lebih keras gosokan, kotoran langsung mengelupas.
Tentu saja saat kita menjumpai kotoran yang membandel hanya perasaan jengkel tidak karuan. Kita merasa tidak ada banyak hal yang bisa kita buat selain umpatan-umpatan dalam hati maupun pikiran. saking membandelnya kerak dan kita capek menggosokan sikat dengan tangan. 
Barang kali begitu juga dengan hidup kita. Ada bagian-bagian hidup kita yang sering kita biarkan menjadi kerak yang susah di bersihkan. Kita terlena dengan hal-hal mengasyikan. Lupa bahwa kelakuan kita  telah mengerak sebagai suatu keburukan. Jika demikian maka amat susahlah kita membersihkan kerak kehidupan kita. Apakah tidak bisa? Pasti bisa. Hanya saja kita perlu extra kerja keras untuk membersihkannya. Tidak cukup hanya mengelap. Tidak cukup hanya dengan menyiramkan cairan pembersih kerak. Apakah cairan yang membersihkan kerak kehidupan kita yang terlanjur ngethal (kerak yang susah dihilangkan). Ya siraman rohani. Dan itu tidak cukup. Harus di gosok, di sikat dengan sikat kawat, amplas. Hal ini tentu tidak bisa sekali gosok lalu hilang maka harus bertahap.

Salam Gendheng

Monday, November 4, 2019

Pel dan Manusia



Tentu anda pernah menge-pel lantai dengan air. Atau pernah melihat  orang lain menge-pel lantai dengan air. Tidak jarang kita melihat mereka menge-pel dengan semangat. Pada awalnya – saat air lantai belum kering- kita akan melihat hasilnya baik. Tampak bersih dan mengkilap. Tapi lihat beberapa saat kemudian setelah lantai tampak kering, ia mulai menampakkan hal yang aneh. Lantai itu tak lagi mengkilap namun busam agak putih. Dan lagi, ketika banyak orang mulai melintas akan kelihatan bekas gesekan dengan sepatu yang bawahnya karet akan kelihatan lebih bersih. Namun hal ini justru akan membuat belang karena yang tidak kena sepatu akan semakin kelihatan bahwa itu debu yang kena air.
Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa dilantai itu banyak debu yang amat lembut menempel. Lalu si tukang pel mengepel lantai dengan kain yang dibasahi air. Tentu kain pelnya bersih. Atau anggap saja bersih. Namun saat kain pel di sentuhkan lantai yang berdebu adalah sebagian debu yang amat lembut itu menempel pada kain pel dan sebagian besar adalah rata karena gesekan kain pel. Karena rata seolah-olah lantai itu bersih dari debu. Padahal yang terjadi adalah debu halus rata pada permukaan lantai. Artinya sebenarnya sama saja pel itu akan meratakan debu dan tidak membersihkan debu lantai.
Sadar atau tidak sadar begitu lah kadang dalam kehidupan kita. Ada banyak persolan yang menurut  kita sudah selesai, namun ternyata masalah tidak selesai. Tetapi kita tidak pernah menyadari bahwa persoalan sebenarnya masih teronggok. Hanya karena lekang oleh waktu masalah seolah selesai. Dan karena itu kita tidak lagi kembali pada persoalan itu. Atau mungkin malas untuk mengungkit masalah itu. Anggap saja sudah selesai. Entah karena membuat tidak nyaman. Entah karena terlalu banyak menguras energi atau waktu. Entah karena masalah itu tidak terlalu menarik untuk dibahas kembali. Entah efeknya tidak terlalu signifikan bagi kehidupan pribadi masing-masing.
Dengan membiarkan masalah teronggok dan berlaku seolah tidak ada masalah maka sebenarnya kita justru menumpuk masalah. Akumulasi masalah demi masalah besar kemungkinan suatu saat justru akan menjadi bencana yang dahsyat dalam hidup kita. Sama halnya menutup lobang dengan menggali lobang yang lain. Hanya seolah masalah selesai dalam sesaat namun sejatinya tidaklah demikian. Akhirnya hanya menunggu bom waktu. Siapkah dengan itu? Atau kita memberanikan diri untuk melihatnya kembali, membersihkan sedikit demi sedikit, mengalami sakit lalu menyembuhkan dan akhirnya happy ending? BUTUH NYALI!

Salam Gendheng

Saturday, November 2, 2019

Mitra sebagai Sesama dan Mitra Kerja


Mitra sebagai Sesama dan Mitra Kerja
Dalam tataran tertentu kehidupan ini merupakan suatu kompetisi. Tapi toh tidak semua adalah kompetisi. Tentu saja kalau saya menulis “KOMPETISI” harus dibaca sebagai berlomba menjadi yang terbaik dan tidak saling mengalahkan. Bersama-sama menjadi yang terbaik.
Ada saatnya kehidupan ini adalah suatu gotong royong. Kerjabakti. Komunio. Berbela rasa. Saling menerima satu sama lain. Bukankah begitu? Ketiadaan batas yang jelas kapan kita melakukan antara kompetisi dan gotong royong membuat kehidupan kita serba salah. Dan karena serba salah maka kadang kehidupan ini membingungkan. Ah Mosok?
Tentu dalam kehidupan sosial kita mestinya memiliki belarasa, tetapi dalam kompetisi kadang belarasa porsinya lebih sedikit. Bayangkan jika anda bisa lari cepat sementara teman-teman anda lambat. Dan anda harus menunggunya? Apa yang akan terjadi?
Bayangkan jika waktu yang dibutuhkan untuk menyelamatkan diri hanya 2 menit sedangkan anda bisa mencapainya dalam 1,5 menit. Tetapi karena harus menunggu yang membutuhkan waktu penyelamatan 3 menit maka anda juga harus menjadi korban. Dan dengan demikian tidak lagi bisa berbuat banyak. Tinggalah penyesalan andai masih bisa menyesal.
So what ? Bagaimana kehidupan ini harus dijalankan. Maka harus ada distingsi jelas kapan kita berlaku berkompetisi. Kapan saatnya kita berlaku bergotong royong? Atau bisakah keduanya berjalan bersama?
Dalam sebuah perusahaan jika para pekerja susah di ajak “berlari” sedangkan kita mau “berlari” dan bisa, maka perusahaan hanya akan berjalan ditempat. Apalagi jumlah pekerja yang tidak bisa “lari” dalam perusahaan itu melebihi jumlah yang bisa lari. Jika demikian apakah kita masih harus mempertahankan berbela rasa dengan orang yang tidak bisa diajak “berlari”? Apakah pilihannya kita tinggal? Persoalan muncul manakala kita tinggal. Teman-teman anda akan menghakimi anda sebagai orang yang tidak memiliki perasaan. Sebaliknya jika kita mentolerir hal-hal yang menghambat kemajuan demi menunggu yang sulit diajak lari akibatnya korps kita yang ketinggalan kereta. Namun anda akan dicap sebagai orang yang punya hati dan perasaan halus.
Tentu menjadi sebuah keputusan yang agak sulit di ambil. Membutuhkan nyali besar untuk meninggalkan yang tidak bisa lari cepat. Apalagi di era digital. Di sinilah persoalannya. Antara mengasihi dengan profesionalitas. Menuruti salah satu akan mengorbankan yang lain. Mengikuti tuntutan profesionalitas akan mengabaikan penerimaan akan yang lain. Dalam arti, demi profesionalitas kita tidak bisa mempertahankan mengasihi orang-orang dalam mitra kerja namun tidak bisa profesional.  Atau sebaliknya demi mengasihi sesama lantas kita tetap mempertahankan orang-orang sekitar yang tidak profesional sebagai mitra kerja. SUSAH KAN?
So what?  Tentu kita harus mengasihi tetapi juga harus profesional dalam kerja. Maka Rasanya perlu membedakan antara profesionalitas kerja dengan mengasihi sesama. Tentu akan sangat mudah bagi kita membuat keputusan jika berhadapan dengan orang-orang sekitar dalam mitra kerja yang profesional dalam etos kerja.
Anda boleh tidak setuju dengan pemikiran saya. Bahwa mengasihi semua orang adalah hal utama dan keutamaan. Menerima siapa saja dalam kehidupan ini adalah ajaran iman yang harus diwujudkan. Namun bisa saja kita menerima sesama kita dalam hal sebagai mitra kerja tanpa harus menunggu mereka bisa di ajak “lari” seperti kita. Jika memang membuat sebuah company stagnan maka putusan yang paling tepat mungkin tinggal saja. Karena hanya akan menjadi beban. Tanpa harus menyingkirkan dalam hubungan sosial. Namun apakah hal ini mudah? Tentu tidak. So, pilihan tersedia, keputusan ada di kita masing-masing.

Salam Gendheng

Orbit Hidup. Jalani saja dengan Keutamaan!


Orbit kehidupan
Kehidupan kita tidak pernah ada yang sama. Kadang orang berpikir bahwa orang lain lebih beruntung dari pada kita. Padahal belum tentu kita bisa menjalani kehidupannya. Kita memandang sekilas orang lain lebih berhasil tanpa mau melihat ada apa dibalik keberhasilannya.
Sesungguhnya kita telah memiliki track sendiri –sendiri.  Ini bukanlah soal takdir. Allah sungguh Mahabaik, dan saking MahabaikNya Dia tidak pernah akan mengintervensi kehidupan kita. Jangan mudah mengatakan ini adalah takdir, ini sudah digariskan Tuhan dan sebagainya. Amat sangat berbahaya jika kita mengatakan ini takdir dan Tuhan telah menggariskan demikian. TIDAK. Ini bukan dari Tuhan. Tuhan tidak “mengatur”.
BENAR bahwa Tuhan telah membuat hukumNya. Dan HukumNya berkekuatan tetap. Tetapi tidak berarti Tuhan menentukan kita akan seperti apa dan menjadi apa. Tuhan menghendaki kita baik? Iya!
Masing-masing dari kita memiliki kehidupan yang berbeda. Kehidupan kita tidak pernah sama. Hal ini sangat mudah untuk dipahami untuk menjawab pertanyaan mengapa dia begitu dan aku begini? Mengapa dia berhasil dan aku masih seperti ini? Mengapa dia kaya dan aku masih seperti ini? Tentu pertanyaan ini sama dengan pertanyaan kita terhadap alam semesta. Mengapa bumi biru sementara mars merah? Mengapa Bumi dekat dengan bumi dan Neptunus berada jauh dari matahari? Mengapa atmosfer bumi memungkinkan kehidupan dan atmosfer bulan tidak? Mengapa ada miliaran planet, bulan dan bintang tetapi tidak saling bertabrakan?
Tentu jabawannya adalah karena semua berjalan pada orbitnya? Tentu Tuhan tidak akan mengatur satu persatu, menata satu persatu, dan menjaga satu persatu. Semua telah menjalani ketetapan yang sejak awal Tuhan buat. Masing-masing memiliki track nya sendiri. Masing-masing memiliki orbit sendiri. Dan masing-masing memiliki orbit sendiri. Orbit bulan tidak sama dengan bumi. Begitu sebaliknya.
Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dengan kebebasanNya. Maka semua ciptaan adalah suatu yang bebas juga. Memang, Tuhan tetap menjaga kehidupan ini demi diriNya. Tetapi tidak berarti Tuhan mengintervensinya. Jika terjadi gunung meletus tidak berarti Tuhan yang meletuskan. Jika terjadi banjir bandang tidak berarti Tuhan yang membuat banjir bandang, Tidak juga Dia akan menhentikannya. Semua terjadi menurut hukum-hukum alam yang telah menjadi ketetapanNya.
Jika semua benda digalaksi ini memiliki orbit dan kehidupan sendiri, begitu juga hidup kita di dunia ini.   So TIDAK USAH kawatir akan kehidupan ini, tidak usah gusar akan kehidupan kita yang tidak sama dengan kehidupan teman-teman kita. Mulai berhenti menanyakan mengapa ia bisa membeli mobil terus sedang saya masih seperti ini? Mengapa dia bisa sekolah terus sedangkan aku begini? Mengapa karier dia lancar jaya sedangkan aku tersendat. Tentu kita sedang menjalani lintasan kita yang sedemikian rupa telah mengikuti ketetapan. Dan kita memiliki hak penuh untuk membuat pilihan-pilihan dalam kehidupan ini. Kita memiliki hak penuh untuk mengubah berkat putusan-putusan kita. Sedangkan kita tidak bisa membandingkan dengan yang lain karena kehidupan kita memang berbeda.
Yang penting adalah bagaimana kita berlaku dalam track kita yang lurus, sesuai hukum moral dan sosial. Tidak banyak menuntut tetapi juga tidak bisa kita tinggal diam. Karena sesungguhnya kita tidak sedang menjalani takdir. NO takdir. Tuhan menghendaki hidupku dan hidupmu baik di hadapanNya. Mari kita saling mengasihi. Mari kita peduli terhadap mereka yang lebih membutuhkan kita. Tidak usah banyak mengeluh. Jangan tinggal diam. Tidak usah iri apalagi membenci.  

Salam gendheng.

Hak dan Kewajiban Anggota Gereja (Katolik)

Silakan Download di sini https://drive.google.com/file/d/1iDwWxPuKAGyCds_1-xzVIROr6HghX1c2/view?usp=sharing